Budaya pemilu negeri


Bendera‐bendera berkibar karena embusan angin  
Pendukung partai berpawai berangkaian walau cuaca dingin  
Masing‐masing membanggakan bendera dan slogan  
Membanggakan tokohnya walau tak pernah berkenalan    

Pemilu di Indonesia masih seperti dulu  
Lagu lama yang selalu digubah ulang  
Kepuasan pendukung hanya sebatas dari pawai ke pawai  
Adalah budaya pemilu masyarakat yang belum beranjak dewasa    

Apa visi dan misi yang dibawa oleh partaimu?  
Jika pertanyaan itu kau tanyakan pada mereka,  
Aku yakin mereka tak pernah bisa menjawabnya  
Karena mereka tak pernah tahu dan tak diberi tahu  
Atau memang mereka belum cukup umur untuk tahu    

Serombongan lain datang paling buncit dari rangkaian pawai  
Tapi ini bukan pendukung partai  
Mereka adalah pendukung calon legislatif   
Yang bermimpi mengubah nasib dengan duduk di DPRD  
Berlari menuju kesempatan korupsi melalui jembatan DPD  
Aku lihat foto‐foto mereka terpampang di kendaraan  
Foto yang menyiratkan wajah oportunis  
Tapi biarlah,  
Toh mereka sudah bayar dukun yang memberikan mantra golek  
Toh mereka sudah keluar modal untuk menjadi caleg  
Walaupun kepala mereka rata‐rata gebleg    

Massa pendukung masih terus berkeliaran  
Tak peduli walau diguyur hujan  
Yang penting sudah dijanjikan dapat uang makan  
Karena biaya pawai sudah termaktub dalam anggaran  
Berjuta‐juta rupiah bahkan sampai milyaran  
Demi mencapai kekuasan  
Untuk menyelenggarakan pemerintahan  
Sekalian meraup kembali modal yang telah dikeluarkan  
Masa bodoh kalau rakyat tidak bisa makan 
Tidak lagi pedulikan kaki lima dan pengangguran  
Yang penting harta negara sudah di tangan    

Sayang rakyat tak pernah mau ambil pelajaran  
Dari pemilu ke pemilu tak pernah mengubah harkat kehidupan  
Inilah budaya pemilu negeri dimana hukum bisa dipeti‐eskan  
Dari pemilu ke pemilu rakyat hanyalah menjadi figuran

No comments

Powered by Blogger.