Puisi
KUNANG-KUNANG
Di tepi trotoar itu malam berwarna kunang-kunang menghantarkan aroma aspal pada tiap sisa-sisa perjalanan menerobos sisi-sisi dan badan kota yang lembab dan hinggap pada tubuh-tubuh lusuh
Seperti
nyanyian sunyi seorang kondektur berwajah urung,
Ia
menggenggam sabotol minuman kaleng, mengejek kabut
Mengapa
suara malam tak mampu ia taklukkan dengan
dengkur yang garuk
Serupa
hidup, kita harus memilih diam atau bergerak meninggalkan
detik-detik yang rapuh jatuh
kedalam moncong perut yang kelaparan.
Pada
tembok gerbang itu, pandangan
matanya menemu lampu bagai cuaca tak
mampu menghalangi langkah yang gemetar di
bawah emperan, kolong jembatan, atau kardus-kardus membiarkan
dirinya dilarut dingin rembang warna malam yang
selalu kau saksikan seperti melihat kunang-kunang.
No comments