KUNANG-KUNANG




















Di tepi trotoar itu  malam berwarna kunang-kunang menghantarkan aroma aspal pada tiap sisa-sisa perjalanan menerobos sisi-sisi dan badan kota yang lembab dan hinggap pada  tubuh-tubuh lusuh

Seperti nyanyian sunyi seorang kondektur  berwajah urung, 
Ia menggenggam sabotol minuman kaleng, mengejek kabut 
Mengapa suara malam tak mampu ia taklukkan dengan dengkur  yang garuk

Serupa hidup, kita harus memilih diam atau bergerak meninggalkan detik-detik yang rapuh jatuh kedalam moncong perut yang kelaparan.
Pada tembok gerbang itu, pandangan matanya menemu lampu bagai cuaca tak mampu menghalangi langkah yang gemetar di bawah emperan, kolong jembatan, atau kardus-kardus membiarkan dirinya dilarut dingin  rembang warna malam yang selalu kau saksikan seperti melihat kunang-kunang.


No comments

Powered by Blogger.