Lebaran nanti, aku ingin pulang ke rumah
bertemu ibu bapak, mencium kaki tangan, lalu meminta restu
“aku ingin menikah”
bisa kubayangkan senangnya ibu bapak mendengar itu, sudah lama mereka ingin aku menikah.
“menikahlah nak, lekas beri kami cucu”
tahun lalu bapak berkata begitu, ibu lekas mengangguk
senyum malu-malu bak perawaan sedang dirayu
tapi aku cuma bisa diam, tak bisa menjawab apa-apa, sebab aku masih berpacar, seseorang yang tidak mereka ketahui; ingatan nama pacarku.
“tapi aku belum bisa beri cucu”
bapak pasti akan lekas bertanya
“kenapa?”
dan ibu gelisah jangan-jangan anaknya kawin kontrak.
“aku ingin menikahi pacar baruku, namanya lupa”
“aku ingin menikah dan hidup dengannya tanpa beban, tanpa perlu punya anak, sebab lupa mampu membuatku lupa saja cukup”
kemudian bisa kutebak ibu pasti menangis, sambil terisak tegas berujar “nak! kota telah merusak akal sehatmu, merenggut sisi kemanusiaanmu”
membayangkan pulang aku jadi tak ingin pulang
tak ingin meminta restu
tak ingin mengatakan apa-apa
aku hanya ingin lupa. aku hanya ingin menikahinya.
No comments