Sesalku menggerutu untuk satu dekade waktu. Bagaimana bisa kita hanya bertatap, penuh tanya melekat tanpa ada yang langkah yang mendekat? Mengapa kita sama-sama membisu ketika bertemu? Semacam ada jeruji besi yang memagari mulutku, tak bisa aku mengirimkan kata penuh rasa ke telingamu. Mungkinkah begitu juga kamu?
Nada tanya itu akan terus menggantung dalam relung. Karena
ada begitu banyak tanya yang takkan pernah sampai dan jawabannya kita simpan
sendiri-sendiri. Menerka-nerka padahal tak tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Sepertinya kita perlu bekerja sama dengan semesta.
Diammu dan diamku yang bersatu adalah hukuman terberat bagi
pikiran yang sebenarnya ramai berdiskusi. Lalu hati? Entahlah apa masih bisa ia
berkompromi. Malu? Gengsi atau menjauhkan diri dari ekspektasi hingga kita
berdiaman seperti ini? Haruskah hati yang lebih dulu pecah, baru gaduh dari air
mata kita tumpah? Aku pun tak tahu mengapa kita seperti itu.
Hey,
Jika kita di ijinkan bertemu lagi, maukah kamu melepaskan
sunyi? Aku ingin semesta tahu bagaimana merdunya suara kita. Aku ingin berbagi
isi hati tanpa malu atau gengsi.
Maukah kamu mengatakan ‘iya’.?

No comments